Jumat, Januari 09, 2009

Selamat Datang di Kota Ebony

Untuk mencapai ’Kota Sehat’, keseimbangan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap Kabupaten/Kota perlu dijaga. Setiap warga mempunyai hak sekaligus kewajiban dalam pemenuhan kebutuhannya, secara jasmani maupun rohani, di mana salah satunya adalah hak untuk menikmati kenyamanan lingkungan hidup tropis perkotaan yang sejuk, nyaman, teduh, dan sehat. Agar dapat terwujud, diperlukan perencanaan tata kota yang baik, sehingga terdapat keseimbangan antara ruang terbangun dan tidak terbangun. Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan wilayah yang amat potensial dan dapat dikembangkan sebagai kawasan hijau kota, juga sebagai tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat akan sarana rekreatif dan estetika lingkungan, selain sebagai kawasan penyangga ekosistem perkotaan.

Keberadaan hutan kota sebagai salah satu bagian RTH (Ruang Terbuka Hijau) di kawasan perkotaan, menjadi semakin penting akibat tekanan kebutuhan lahan komersial di perkotaan, meningkatnya suhu udara, dan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat akan lingkungan serta ruang-ruang publik di perkotaan. Paradigma kota sehat dapat menjadi pilihan kontekstual untuk pembangunan hutan kota di Indonesia. Para perencana kota dalam hal ini pemerintah daerah Sulawesi Tengah harus mampu menyelesaikan permasalahan perkotaan secara komprehensif. Pemerintah daerah harus memiliki komitmen yang jelas dan konsisten terhadap kebijakan tata ruang yang telah ditetapkan bersama dalam peraturan daerah.

Sejalan dengan hal tersebut pemerintah daerah Sulawesi Tengah perlu perencanaan penghijauan kota yang berkesinambungan baik halaman rumah tinggal, halaman bangunan umum, seperti: perkantoran, kompleks hotel, rumah sakit, dan halaman pendidikan, jalan-jalan umum termasuk kampus perguruan tinggi, serta taman kota. Upaya penghijauan ini semestinya pemda tidak harus mengadopsi atau mencontek konsep-konsep kawasan hijau daerah lain di Indonesia, tetapi memberdayakan potensi dan karakteristik daerah sendiri termasuk tanaman-tanaman asli daerah yang nyata-nyata bisa hidup tanpa perlakuan khusus. Salah satu contoh tanaman asli daerah Sulawesi Tengah yang bisa dijadikan tanaman alternatif penghijauan adalah kayu hitam (Diospyros sp) atau lebih dikenal dengan nama Ebony. Dahulu Sulawesi Tengah dikenal sebagai daerah penghasil ebony (kayu hitam) kualitas nomor satu, yang merupakan sumber devisa unggulan Sulawesi Tengah, namun perlahan karena eksploitasi yang terus menerus tanpa mempertimbangkan daya dukung populasi kayu hitam (Diospyros sp) akhirnya tanaman asli daerah ini semakin jarang ditemui di hutan-hutan Sulawesi tengah, mengingat betapa besarnya nilai ekonomi dari kayu hitam ini selayaknya menjadi tanaman andalan untuk menghijaukan kota sekaligus mengembalikan citra propinsi Sulawesi Tengah sebagai Kota Ebony sekaligus sebagai upaya konservasi karena kayu hitam (Diospyros sp) termasuk tanaman yang sudah langka.

Namun hal ini bisa terlaksana apabila ada keseriusan pemerintah daerah bersama pemerhati lingkungan, civitas akademik serta masyarakat lokal sebagai ujung tombak dalam proses penanaman bahkan pemeliharaan. Kita menyadari bahwa proses penghijauan dengan tanaman kayu hitam tidaklah muda, mengingat kayu hitam termasuk tanaman yang butuh waktu yang cukup lama untuk tumbuh dan berkembang. Apabila saat ini kita belum bisa menikmati rimbunnya kota palu dengan ebony, saya yakin dan percaya apabila hal ini bisa terlaksana dengan baik maka generasi berikutnya akan merasa nyaman, tentram melakukan aktifitas dengan disela-sela rimbunnya pohon ebony (Dospyros sp). Hal yang terpenting diharapkan kota yang kita cintai ini punya ciri khas dibanding kota-kota yang lain di Indonesia bahkan dunia sekaligus mengembalikan citra masa lampau sebagai kota ebony. Alangkah bangganya kita ketika melihat tulisan disetiap pojok kota dengan semboyan ”Selamat Datang di Kota Ebony”