Selasa, Maret 10, 2009

Info Keanekaragaman Hayati Indonesia

Akhir tahun 2003, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia (BAPPENAS) mengeluarkan dokumen Nasional Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan-IBSAP, 2003-2020).
Dokumen Ini mempunyai keinginan mencapai sasaran terwujudnya masyarakat Indonesia yang peduli, berdaya dan mandiri dalam melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati secara optimal, adil dan berkelanjutan melalui pengelolaan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pertanyaannya sejauh mana masyarakat sadar akan keanekaragaman hayati bila mereka sendiri tidak mengenal maknanya? Selama ini, keanekaragaman hayati sepertinya menjadi menu kompleks pembicaraan aktivis lembaga swadaya masyarakat, akademisi dan kaum intelek saja. Padahal menurut harapan BAPPENAS, pemahaman terhadap keanekaragaman hayati harus segera di bawah ketingkat 'akar rumput'. Sehingga masyarakat mengerti makna dan manfaat sebenarnya keanekaragaman hayati.
Menurut Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), masyarakat Indonesia Menggunakan lebih dari 940 spesies liar sebagai bahan tanaman obat tradisional maupun modern, juga 100 spesies tumbuh-tumbuhan sebagai sumber karbohidrat, tidak urang dari 100 spesies kacang-kacangan, 450 spesies buah-buahan serta 250 spesies sayur termasuk jamur yang menjadi menu masyarakat sehari-hari. Selain itu ternyata ada 56 spesies bambu dan 150 spesies rotan yang memberi manfaat dan sumber pendapatan ekonomi.
Kekayaan keanekaragaman hayati untuk tumbuhan, misalnya juga di data oleh Yayasan Prosea (Plant Resources of South East Asia-Sumber Tanaman Asia Tenggara), yang mendeskripsikan kekayaan tanaman di Asia Tenggara dan menjadikannya buku hijau dengan jumlah 20 jilid buku. Secara keseluruhan ternyata 40 % nilai ekonomi dunia mengandalkan proses produk keanekaragaman hayati, yaitu yang terkait dengan industri farmasi, kesehatan, pangan, pertanian dan kosmetika yang mengarah pada komersialisasi.
Di Indonesia, menurut BAPPENAS penyusutan keanekaragaman hayati terjadi berbarengan dengan rusaknya hutan alam. Misalnya tahun 1999, didata dari 46,7 juta ha luas hutan produksi, hanya 41 % yang berupa hutan primer. Sedangkan kawasan hutan alam yang rusak di seluruh Indonesia mencapai 43 juta ha, artinya sepertiga dari luas hutan Indonesia yang mengandung keanekaragaman hayati telah musnah. Sekarang ini, ditambah dengan laju rata-rata deforestrasi antara 1,6 hingga 2,4 juta ha/thn. Dengan demikian setiap saat Indonesia akan kehilangan stok genetic (plasma nuftah) keanekaragaman hayati yang dimiliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar